Saturday, May 13, 2017

[Review] CRITICAL ELEVEN (2017): Bagaimana Cinta Bisa Rusak Karena Alur


Salah satu film yang saya tunggu tunggu akhirnya tayang juga di bioskop. Ya, "Critical Eleven" adalah sebuah novel karangan Ika Natassa yang diangkat ke layar lebar. Disutradarai oleh Monty Tiwa & Robert Ronny, naskahnya ditulis oleh Jenny Jusuf yang sebelumnya pernah memenangkan Piala Citra 2015 untuk naskah film "Filosofi Kopi". Dibintangi Reza Rahadian dan Adinia Wirasti yang sebelumnya pernah bermain bersama di film "Kapan Kawin?". 
 
 
Bercerita tentang Anya yang cinta bandara, dan Ale yang bekerja di oil rig di Meksiko. Mereka berdua bertemu di pesawat dalam penerbangan menuju Sydney. Babak pertama film ini memang terasa sungguh manis. Chemistry Reza dan Asti di film ini tidak main main. Tapi pacing di babak awal ini juga kelihatan berantakan. Seperti buru-buru ingin menuju ke konfliknya. Baru pengenalan karakter yang satu, langsung berpindah ke adegan lainnya. Jadi terlihat kurang mulus. Padahal nuansa yang berusaha dibawakan oleh babak awal ini adalah nuansa kedamaian dan penuh cinta. Dikarenakan pacing yang buru buru, susah mau merasakan kedamaian yang diberikan. Tapi karena chemistry para pemainnya yang begitu klop, berhasil membuat hati saya hangat dan membuat saya tersenyum berkali kali dikarenakan so sweet moment yang diberikan begitu banyak. 
 
 
Memasuki babak ke 2, konflik mulai muncul. Pembawaan emosi terbesar justru muncul di awal konflik. Jujur, saya meneteskan air mata. Kita bisa merasakan rasa sakit dan derita yang sungguh mendalam -- sekali lagi, karena kemampuan akting Reza dan Asti yang sungguh brilian. Tapi, rasanya tidak cukup sekali upaya untuk menbuat penonton menangis. Berkali kali muncul adegan yang emosional. Bukannya ikut terbawa sedih, saya malah merasa lelah. Terkesan repetitif sekali. Bahkan setelah resolusi konflik. Muncul lagi konflik berikutnya yang menurut saya tidak perlu. Film menjadi terasa draggy. Seperti hanya ingin memanjang-manjangkan durasi. Rasa simpati saya terhadap karakter karakter di film sudah hilang. Penonton dipaksa ikut merasakan atmosfir muram seperti di film. But there's nothing left. Air mata saya sudah tak mampu lagi dikeluarkan. Toh apa lagi yang mau dikasihani dari kedua karakter yang sedang tersiksa ini. But, once again people, love conquers all. Semua permasalahan diatas ditutup dengan cara se-klise mungkin. Duh. 
 
 
Anyway, visual dari film ini sangat classy. Elegant, beautiful, calm, also charming at the same time. Thanks to Yudi Datau sebagai DOP. Sinematografi nya luar biasa cantik. Dan scoring dari Andi Rianto juga sangat pas dengan tone film nya. Sangat ear catchy. Elegant yet charming. Soundtrack yang dibawakan Isyana Sarasvati pun berhasil menjadi lagu yang on repeat di playlist saya. Last but not least, seluruh cast yang berhasil memainkan peran dengan sepenuh hati. Tanpa kalian, mungkin film ini tidak akan 'hidup' seperti ini. Especially you, Reza & Asti. You guys are the real MVP. Jadi, final thoughts. Film ini sudah bagus dari segi teknis dan pemain. Asal script dan pacing nya dipoles sedikit lagi, mungkin akan menjadi mahakarya yang sempurna. Sesempurna cinta Ale & Anya.
 
This shot is so freaking beautiful, isn't it?
 
 

No comments:

Post a Comment