Seseorang yang merasa dirinya tidak sempurna berjuang atas
keinginannya di dunia hingga akhirnya dia tidak peduli lagi. Karena dunia telah
menyakitinya dan tidak ada teman yang mau mendukungnya. Mimpi-mimpinya runtuh
bersamaan dengan harapannya yang jatuh. Dia menjadi seorang yang apatis dan
lebih memilih untuk menutup diri dari dunia. Karena sesungguhnya hanya pada
kasur dia berteduh, dan kepada ranjang lah dia kembali.
Sejak kecil dia selalu diberitahu untuk bermimpi yang
tinggi, memiliki cita-cita yang cerah. Tapi dengan mental manja dan pemalasnya
itu, dia hanya merasa tertekan dengan segala pencapaian yang diraih oleh
orang-orang terdekatnya. Bahkan kini dia meragukan apakah orang-orang yang
biasa dia sebut sebagai “teman” itu juga menganggap dia sebagai temannya. Dia
ingin diangap ada, dan bukan hanya sekedar angin lalu. Dia ingin dikenang, dia
ingin berjasa.
Saat bersama “teman-temannya”, kadang dia merasa nyaman. Dia
bisa menjadi orang yang dia inginkan untuk sesaat. Keluh kesah bebas untuk dia
ceritakan, tidak peduli apakah “teman-temannya” itu akan mendengarkan atau
tidak. Dia terlalu egois untuk mendengarkan, dan hanya ingin didengar. Karena
dalam hatinya, terlalu banyak cerita yang ingin dia sampaikan. Cerita buah
hasil dari jungkir balik di ranjang seharian penuh.
Seseorang pernah mengatakan pada dirinya, bahwa dia sudah
memiliki segalanya. Untuk apa berjuang lagi? Dan jika dia memilih lingkungan
pertemanan yang tepat, dia bisa jadi orang terpintar di lingkaran tersebut dan
bisa berbusung dada sepuasnya. Tapi dia lebih memilih tersiksa akibat mengenal
orang-orang yang jauh lebih tinggi di atasnya. Dia merasa tertekan dan tidak
tahu harus berbuat apa. Karena seakan-akan “teman-temannya” telah hilang atau
direbut darinya. Akibat dia yang tidak pernah menghargai “teman-temannya”. Tapi
apakah “teman-temannya” menghargai dia? Apakah mereka menganggap dia ada? Apa
dia selalu diajak untuk menikmati kehidupan bersama? Kenapa dia selalu bersedih
di ranjangnya, merasa menyesal dan membenci akan kehidupan?
Sebenarnya apa yang kurang darinya? Kenapa orang-orang
menjauhinya? Padahal dia sedang menderita. Tidak ada yang peduli padanya.
Orang tuanya selalu bercerita tentang pengalaman masa kecil
mereka, yang mana itu sudah tidak relevan baginya. Era sudah berubah.
Sesungguhnya apa mereka tahu realita masa kini 180 derajat jauhnya dibandingkan
di era mereka?
Kini dia hanya bisa berjuang sendiri. Tanpa tahu dia akan
selamat atau gugur di medan perang.
No comments:
Post a Comment